x

Transformasi Energi: Indonesia Berpotensi Ciptakan 100.000 Pekerjaan Hijau

Jakarta- Indonesia berpotensi menciptakan 96.000 lapangan kerja dengan peningkatan kapasitas energi bersih dan mengurangi ketergantungan pada bahan bakar fosil padai daerah-daerah penghasil batu bara seperti Kalimantan Timur, Kalimantan Selatan, dan Sumatera Selatan. Hal tersebut diungkapkan berdasarkan analisis terbaru dari think tank global EMBER.

Melalui proyek tersebut Indonesia digadang-gadang dapat memenuhi permintaan listrik pada tahun 2030 tanpa ada penambahan pembangkit listrik tenaga batu bara (PLTU) baru, melalui peningkatan efisiensi PLTU yang ada serta menambah kapasitas energi terbarukan Laporan ini menganalisis Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) Perusahaan Listrik Negara (PLN) 2021-2030 dan Rencana Investasi dan Kebijakan Komprehensif (Comprehensive Investment and Policy Plan/CIPP) Kemitraan Transisi Energi yang Adil (JETP).

DATA EMBER

Laporan ini juga menjajaki strategi untuk memasukkan transisi yang adil ke dalam rencana energi di tingkat provinsi. Penggunaan bahan bakar fosil, khususnya batu bara, meningkat secara signifikan dalam dekade terakhir. Dari tahun 2013 hingga 2023, pembangkitan bahan bakar fosil meningkat sebesar 50%, yang menyebabkan peningkatan emisi sektor listrik sebesar 86 juta ton CO2 (MtCO2). Analisis ini menunjukkan bahwa permintaan listrik di jaringan listrik Indonesia diperkirakan akan meningkat sekitar 4,7% per tahun dari data terbaru tahun 2023. Pembangkitan listrik diperkirakan akan melebihi permintaan sebesar 42 TWh pada tahun 2030. Hal ini menjadi catatan bahwa Indonesia perlu mempertimbangkan kembali pembangunan PLTU baru, untuk menghindari risiko tinggi aset terlantar (stranded assets).

"Transisi energi Indonesia dapat menjadi lebih berkeadilan dengan melakukan transformasi pemanfaatan batubara menjadi penggunaan yang berkelanjutan dan berfokus pada proyek energi terbarukan di wilayah-wilayah yang terkena dampak, serta merta dapat menciptakan kesempatan kerja baru, meningkatkan kompetensi masyarakat dan daya saing daerah," Ungkap Dr. Dinita Setyawati, Analis Senior Kebijakan Ketenagalistrikan Asia Tenggara, dari EMBER.

Dody Setiawan, Analis Senior Iklim dan Energi Indonesia, dari EMBER, menambahkan, "Transisi energi memberikan peluang untuk mengurangi ketergantungan terhadap batubara dan membangun ekonomi hijau di daerah penghasil batu bara serta menghindari emisi dari batu bara di daerah tersebut. Memasukkan target JETP ke dalam kebijakan dan perencanaan nasional dan daerah menjadi langkah pertama dalam merealisasikan potensi ini,"

Saat ini proyek-proyek energi terbarukan seperti yang berada di Kalimantan Timur, Kalimantan Selatan, dan Sumatera Selatan dapat membantu proses transformasi daerah-daerah penghasil batu bara. Ketiga provinsi ini menghasilkan emisi sekitar 30 MtCO2e dari metana tambang batu bara dan PLTU. Berdasarkan RUPTL terkini, proyek-proyek energi terbarukan dengan total kapasitas mencapai 21 GW akan ditambahkan hingga tahun 2030. Selain itu, JETP CIPP akan meningkatkan target penambahan kapasitas energi terbarukan sebesar 36 GW. Perencanaan proyek energi terbarukan di wilayah-wilayah penghasil batu bara dapat menciptakan 50.000 lapangan kerja dan menarik investasi senilai $4,3 miliar USD.

“Bagi negara-negara berkembang, seperti Indonesia, transisi energi harus melayani dan mendukung kewajiban agenda pembangunan ekonomi secara keseluruhan. Kemitraan dan kerja sama yang setara adalah kuncinya. Semua entitas, termasuk negara-negara maju dan lembaga keuangan pembangunan, perlu melampaui praktik bisnis seperti biasa, terutama dalam desain struktur pembiayaan dan instrumen pengurangan risiko” tutur Edo Mahendra, Dphil, Kepala Kantor Bersama dari Rumah PATEN.

Percepatan proyek pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) dan pembatalan penambahan PLTU baru dapat menciptakan 46.000 lapangan kerja tambahan, serta menarik lebih dari dua kali lipat investasi. Secara keseluruhan hal in berpotensi mengurangi emisi sebesar 18 MtCO2e, menarik investasi lebih dari $9,4 miliar USD, dan juga menciptakan hampir 100.000 lapangan kerja berketerampilan tinggi.

“Penggunaan tenaga surya (PLTS) bisa menjadi tulang punggung transisi energi, tidak hanya dari sisi bauran energi namun efek domino yang ditimbulkan, antara lain peningkatan lapangan kerja di bidang green job. Selain itu, jika demand tumbuh, industri PLTS juga akan berkembang, dan ini yang menjadikan kekuatan Indonesia,” ucap Ayu Habsari, Ketua Umum Asosiasi Energi Surya Indonesia (AESI).

Sejak diperkenalkannya Kebijakan Energi Nasional (KEN) pada tahun 2014, bahan bakar fosil tumbuh pesat dan memasok hingga 81% listrik Indonesia. Pada tahun ini, Indonesia akan meluncurkan KEN baru yang bertujuan untuk meningkatkan ketahanan energi dan mempromosikan transisi energi, dengan tujuan untuk mencapai puncak emisi pada tahun 2035 dan mencapai nol bersih pada tahun 2060. Namun, target energi terbarukan diperkirakan akan berkurang dari 23% menjadi sekitar 17-19% pada 2025.

Share