x

Perubahan Iklim: Mengapa COP26 Penting!

The Society of Indonesian Environmental Journalists (SIEJ) mendorong media di Indonesia untuk memberikan perhatian lebih terhadap isu perubahan iklim secara lebih luas hingga lingkup internasional. Termasuk pada perhelatan Konferensi PBB untuk Perubahan Iklim ke-26 (UNFCCC COP26) di Glasgow yang berdampak langsung pada langkah antisipasi dan mitigasi Indonesia dalam menghadapi krisis iklim.

Untuk itu, SIEJ menggelar diskusi journalis dengan tema “COP26 101: Komitmen Kolaborasi Indonesia dalam Adaptasi dan Mitigasi Perubahan Iklim", pada Sabtu (09/10).

“Kegiatan ini bisa membantu jurnalis memberikan peliputan terkait perubahan iklim di daerahnya. Isu lingkungan sangat penting untuk disampaikan dan pahami publik, melalui kedalaman isu dengan mengawal komitmen Indonesia dalam COP26," ujar Rochimawati, Ketua Umum SIEJ saat membuka diskusi virtual ini.

Menurutnya, komitmen dan ambisi Indonesia serta dunia dalam menghadapi perubahan iklim ini penting dikawal dengan sinergi jurnalis dalam peliputan yang lebih persuasif dan informatif mengenai kolaborasi dunia menghadapi perubahan iklim.

“Peran media massa dalam memberitakan perhelatan COP26 sangat memengaruhi persepsi publik terhadap kejadian dan penanganan," tambah Ochi.

Direktur Jenderal Pengendalian Perubahan Iklim Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Laksmi Dhewanthi, dalam paparannya mengatakan, agenda COP26 adalah menyelesaikan Paris Rulebook dalam Paris Agreement. Indonesia sendiri mencanangkan target pengurangan emisi karbon sebesar 29 persen dengan upaya sendiri, dan hingga 41 persen jika ada dukungan internasional.

COP dibuat untuk mendorong komitmen seluruh negara menuju kondisi net-zero emission. Termasuk Indonesia dimana sesuai dengan mandatori, harus berinisiatif menuju net-zero emission.

Upaya itu diwujudkan dalam Nationally Determined Contributions (NDCs) harus bisa dilacak dan dilaporkan agar transparan.

“Perlu adanya transisi yang berkeadilan dalam mencapai komitmen tersebut. Negara berkembang dan negara maju memiliki kapasitas berbeda. Yang pasti kami tidak bisa melakukan ini sendiri. Perlu komitmen bersama dengan para jurnalis dan publik untuk bergerak bersama dalam mencapai net-zero emission." kata Laksmi.

Pada kesempatan yang sama, Vice-Chair, Working Group I The Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC) Edvin Aldrian mengatakan, perubahan iklim terjadi di segala lapisan bumi dan kondisi ekstrim itu terjadi secara bersamaan. Adaptasi yang kita lakukan saat ini bisa menentukan skenario beberapa tahun kedepan.

“Perubahan iklim sudah mempengaruhi setiap wilayah di bumi, dalam berbagai cara. Perubahan yang kita alami akan meningkat dengan pemanasan lebih lanjut," ujar Edvin dalam pemaparannya.

IPCC merupakan badan PBB yang menangani  ilmu perubahan iklim. Produk utama adalah laporan kajian perubahan iklim dalam tiga kelompok kerja: basis sains, kerentanan dan adaptasi dampak, dan Mitigasi.

Sementara itu, jurnalis senior Harian Kompas, Ahmad Arif mengatakan bahwa di Indonesia, wacana terkait perubahan iklim masih dianggap sebagai isu tunggal karena tidak dikaitkan dengan isu lingkungan lainnya seperti banjir, kesehatan, atau pangan. Hal ini karena publik melihat isu perubahan iklim punya dimensi kompleks di hampir setiap aspek kehidupan.  

“Ini merupakan pekerjaan besar untuk jurnalis karena isu perubahan iklim masih stand alone di media massa yang jadi salah satu barrier penyebab rendahnya literasi masyarakat. Padahal kalau itu  saling dikaitkan, maka inklusivitas perubahan iklim akan lebih mudah dicerna oleh publik," kata Ahmad Arif dalam pemaparannya.

Narahubung :

Sepsha (restian.voi@gmail.com)

Divisi Program dan Kerjasama SIEJ

Share