Ekonomi Nusantara untuk Masyarakat Lokal Indonesia
Konsep Ekonomi Nusantara diterapkan di Desa Tanjung Alam di Provinsi Jambi. Menghasilkan lebih dari 1.000 ton kayu manis per tahun.
Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) melakukan kajian Ekonomi Nusantara. Konsep ini menekankan ekonomi lokal yang berlandaskan pada nilai-nilai keberlanjutan, yang mencakup aspek lingkungan, ekonomi, dan sosial. Kajian dilakukan dilakukan tahun 2019 hingga 2021. Model Ekonomi Nusantara dikembangkan di Desa Tanjung Alam.
Ekonomi Nusantara berlandaskan pada prinsip-prinsip ekonomi yang berpusat pada rakyat, yang erat kaitannya dengan tradisi pengelolaan bentang alam dan sumber daya alam, sekaligus memadukan nilai-nilai ekologi, sosial, dan ekonomi yang sejalan dengan cita-cita kemerdekaan Indonesia.
WALHI telah menghidupkan kembali istilah “Nusantara” yang berasal dari bahasa Sansekerta, dengan tujuan untuk menghubungkan praktik dan pengetahuan lokal yang berkelanjutan. Terdapat empat indikator utama dalam Ekonomi Nusantara: integrasi historis dengan ekologi, keberagaman ekonomi tanpa degradasi lingkungan, dan pendekatan yang mendukung pemulihan.
WALHI juga menggarisbawahi pentingnya Wilayah Kelola Rakyat (WKR) yang didasarkan pada empat pilar: tata kelola, pengelolaan, produksi, dan konsumsi. WKR menjangkau lebih dari 200.000 rumah tangga dan 1,5 juta hektar lahan.
Selain itu, WALHI mengadvokasi pembentukan Ekosistem Ekonomi Nusantara untuk mengkonsolidasi komoditas masyarakat, yang bertujuan tidak hanya untuk memberikan manfaat ekonomi tetapi juga untuk mendukung kebutuhan pangan di tingkat lokal, antarkota, dan global.
Perbedaan utama antara Ekonomi Nusantara dan Ekosistem Ekonomi Nusantara terletak pada tahapan dan tujuannya. Ekonomi Nusantara merupakan tahapan di mana WALHI merumuskan konsep, definisi, model, dan tata kelola praktik ekonomi lokal di nusantara, yang, meskipun memiliki jejak ekologis, telah dipengaruhi oleh perubahan geopolitik. Setelah Indonesia merdeka, ekonomi tidak dikelola dengan baik, sehingga banyak potensi lokal terabaikan. Konsep ini berfokus pada pemahaman dan analisis praktik ekonomi masyarakat yang terkait dengan kondisi alam dan sejarahnya.
Dengan demikian, Ekosistem Ekonomi Nusantara merupakan langkah selanjutnya yang dibangun untuk mengkonsolidasi komoditas masyarakat dengan tujuan tidak hanya memberikan manfaat ekonomi tetapi juga mendukung ketahanan pangan lokal, nasional, dan global.
WALHI sedang mengembangkan ekosistem ekonomi terpadu untuk menyatukan rantai produksi dan distribusi komoditas masyarakat. Upaya ini juga menangkal kartel yang kerap menyelundupkan hasil bumi ke luar negeri, yang menyebabkan ekonomi lokal terabaikan oleh negara. Melalui pendekatan ini, WALHI berupaya memperkuat ekonomi lokal sekaligus menjaga keberlanjutan lingkungan melalui pengurangan emisi dan penyerapan karbon.
Ekosistem Ekonomi Nusantara mendukung sistem produksi dan konsumsi berbasis masyarakat, yang bertujuan memulihkan hak-hak masyarakat dan ekosistem sekaligus menciptakan perdagangan yang adil dan keberlanjutan ekonomi.
Berangkat dari pemahaman tersebut, WALHI mengembangkan rempah-rempah sebagai salah satu basis utama dalam konsep Ekonomi Nusantara untuk membangun ekonomi berkelanjutan dan memperkuat kedaulatan ekonomi masyarakat lokal. Rempah-rempah seperti kayu manis, pala, cengkeh, dan kopi tidak hanya memiliki nilai ekonomi tinggi, tetapi juga memiliki hubungan mendalam dengan lanskap ekologi dan tradisi budaya masyarakat Indonesia.
Secara spesifik, WALHI mencatat setidaknya ada tiga provinsi yang memiliki kayu manis sebagai komoditas strategis, yakni Sumatera Barat, Jambi, dan Kalimantan Selatan. Di antaranya, Desa Tanjung Alam di Provinsi Jambi menjadi contoh daerah kelola masyarakat yang terus mengandalkan kayu manis sebagai komoditas unggulan.
Komoditas kayu manis di Desa Tanjung Alam
Desa Tanjung Alam di Provinsi Jambi merupakan salah satu lokasi penghasil kayu manis. Akan tetapi, harga kayu manis cenderung berfluktuasi karena hanya dapat dipanen satu kali dalam satu siklus tanam dan memerlukan lahan yang luas agar dapat menghasilkan panen berkualitas tinggi secara konsisten. Kabupaten Lembah Masurai merupakan satu-satunya daerah yang mampu menghasilkan lebih dari 1.000 ton kayu manis per tahun, sedangkan kabupaten lain seperti Jangkat dan Jangkat Timur hanya menghasilkan sekitar 300-400 ton.
Untuk membuka pasar lelang kayu manis, pemerintah sebaiknya memfokuskan upayanya pada Lembah Masurai karena potensi dan keberlanjutan produksinya yang lebih tinggi. Kayu manis (Cinnamomum) merupakan komoditas rempah unggulan yang berasal dari kulit bagian dalam pohon. Tanaman ini tumbuh optimal pada suhu 25-27°C dengan curah hujan antara 2.000-2.500 mm dan kelembaban 70-90%. Kondisi geografis seperti itu hanya terdapat di wilayah Kerinci dan Merangin, Provinsi Jambi, sehingga menjadi sentra produksi kayu manis. Sebagai tanaman musiman, kayu manis hanya dapat dipanen satu kali dalam satu siklus tanam, dan setelah dipanen, pohonnya harus ditanam kembali. Meskipun demikian, produksi kayu manis di Jambi tetap berjalan melalui panen bergilir di lahan yang luas.
Sistem pemasaran kayu manis
Kayu manis dari Desa Tanjung Alam dipasarkan melalui beberapa jalur, antara lain penjualan di tempat, yaitu petani menjual pohon kayu manis kepada pembeli yang menanggung biaya panen. Petani juga menjual kayu manis kering, dengan harga yang bervariasi berdasarkan kualitas, berkisar antara Rp18.000 hingga Rp40.000 per kilogram. Setidaknya ada dua jenis utama kayu manis, yaitu kayu manis KA (dengan ketebalan 1-2 mm dan kadar minyak 1-2%) dengan harga Rp40.000/kg dan kayu manis KF (dengan kadar air maksimal 10%) dengan harga Rp46.000/kg. Harga kayu manis sering kali berfluktuasi sesuai permintaan pasar dan kondisi panen, namun petani sering kali menghadapi harga jual yang tidak menguntungkan.
Kehidupan ekonomi di Desa Tanjung Alam
Sebagian besar penduduk Desa Tanjung Alam bekerja sebagai petani dengan komoditas utama seperti padi, kopi, dan kayu manis. Sistem pertanian di desa tersebut masih sangat bergantung pada pola musiman, dengan masa tanam dan panen padi hanya satu kali dalam setahun. Selain bertani, masyarakat juga bergantung pada pendapatan dari perdagangan skala kecil, meskipun sektor ini masih menjadi sektor sekunder dibandingkan dengan bertani.
Bagi penduduk di beberapa desa di Merangin, seperti Desa Tanjung Alam, kayu manis berfungsi sebagai tanaman simpanan, yang dijual hanya ketika mereka membutuhkan dana untuk biaya yang cukup besar seperti biaya pendidikan anak, pernikahan, atau haji. Selain kayu manis, penduduk juga menanam kopi dan tanaman palawija untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Padi juga ditanam sebagai sumber makanan utama, dengan hasil panen disimpan di lumbung desa untuk digunakan sepanjang tahun. Sistem pertanian ini mencerminkan ketergantungan masyarakat terhadap sumber daya alam setempat, yang juga menjamin keberlanjutan mata pencaharian mereka.
Monograf desa Tanjung Alam
Desa Tanjung Alam berpenduduk 324 jiwa, sebagian besar berprofesi sebagai petani. Akses menuju desa masih terbatas, berjarak 145 km dari ibu kota kabupaten, yang membutuhkan waktu tempuh sekitar lima jam. Fasilitas desa meliputi satu sekolah dasar, satu masjid, dan pilihan transportasi terbatas seperti sepeda motor. Meskipun pertanian kayu manis merupakan sumber pendapatan utama bagi masyarakat, beberapa penduduk juga bekerja sebagai pedagang atau pegawai pemerintah, meskipun jumlahnya lebih sedikit.
Kalender musim yang digunakan oleh masyarakat menunjukkan pola tanam dan panen untuk komoditas utama seperti beras, kopi, kayu manis, dan karet, serta periode kelangkaan ketika sumber makanan menjadi terbatas. Selain bertani, masyarakat terlibat dalam kegiatan seperti berburu dan memancing. Secara keseluruhan, struktur ekonomi Desa Tanjung Alam masih sangat bergantung pada sektor pertanian, dengan kayu manis memainkan peran penting dalam perekonomian desa.