Ancaman Tambang Anyar untuk Produksi Kendaraan Setrum
SIEJ -- Negara berkembang dan maju ramai-ramai memproduksi mobil listrik secara massal dan massif. Tiongkok menjadi negara dengan pasar kendaraan listrik terbesar saat ini. Disusul oleh Amerika dan negara di Benua Eropa. Tiga Kawasan itu seperti berlomba-lomba untuk menjadi wilayah yang paling mendominasi penggunaan kendaraan setrum.
Dalam catatan Aksi Ekologi dan Emansipasi Rakyat (AEER) menyebutkan bahwa setengah dari penjualan kendaraan listrik dunia dikuasai oleh Tingkok dengan jumlah produksi mencapai 1 juta unit pada 2019. Eropa tak kalah saing, negara di benua tersebut menjadi peringkat kedua dengan menjual 561 ribu unit kemudian Amerika yang menjual 327 ribu unit.
Kondisi itu tak lepas dari anggapan bahwa sepanjang memproduksi serta menggunaan kendaraan listrik mampu melepaskan emisi yang lebih rendah dibandingkan kendaraan konvensional yang menggunakan bahan bakar fosil. Efesiensinya dapat mencapai 3-5 kali lipat. Selain itu, minyak dunia yang dianggap mulai berkurang membuat negara-negara di wilayah tersebut hendak mempercepat peralihan penggunaan energi.
Dalam catatan AEER, beberapa perusahaan kendaraan listrik terkemuka telah membangun faislitas pabrik baterai dengan kapasitas 252,45 GWh yang berada di wilayah Tingkok, USA, dan Uni Eropa. Hal ini diprediksi akan terus meningkat sepanjang ketiga wilayah itu meningkatkan produksinya.
Ada barang ada yang menghilang. Mungkin anggapan itu yang tepat menyemat dalam produksi kendaraan setrum. Bahan yang diproduksi untuk kendaraan listrik itu salah satunya nikel. Nikel ini menjadi barang primadona di Indonesia. Jumlahnya tak sedikit. Bahkan diklaim sebagai negara dengan jumlah nikel terbanyak kedua di dunia.
Kapasitas nikel yang dimiliki Indonesia mencapai 23,7 persen dari total cadangan nikel dunia. Daerah yang menjadi lokasi kandungan nikel terbesar di Indonesia berada di Sulawesi Tenggara sebanyak 32 persen, Maluku 27 persen, dan Sulawesi Tengah 26 persen dari total cadangan yang ada di Indonesia.
Daerahnya meliputi, Luwu Timur, Sorowako, Sulawesi Selatan, Kolaka, Sulawesi Tenggara, Morowali, Sulawesi Tengah, Halmahera Timur, Maluku Utara, Pulau Ternate, Pulau Obi dan Pulau Gebe, Maluku Utara, dan Pulau Gag, Papua Barat
Cadangan yang melimpah itu disambut pemerintah Indonesia dengan membikin Undang-Undang Nomor 4 tahun 2009 tentang Minerba. Belakangan diubah menjadi Undang-Undang Nomor3 tahun 2020 tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 4 tahun 2009 tentang Minerba. Regulasi ini mempermudah para pengusaha untuk mengeruk sumber daya alam yang ada di Indonesia.
Sudah jatuh tertimpa tangga. Regulasi Minerba yang telah membikin runyam masyarakat yang memiliki cadangan alam terbesar, diperburuk dengan lahirnya Undang-Undang Cipta Kerja yang makin mempermudah investor masuk dan mengelola sumber daya alam Indonesia. Upah buruh dibayar murah, dan setiap institusi pemerintah diminta untuk mempermudah perizinan.
Masyarakat adat yang berada di wilayah cadangan nikel perlahan terusir. Hutan yang menjadi tempat pencarian penghidupan mereka lenyap. Dalam catatan Forest Wacth Indonesia (FWI), deforestasi yang terjadi di Maluku telah mencapai 2.762.754 hektar lahan.
Sementara itu, menurut Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan sepanjang 2000-2017 Sulawesi telah kehilangan 10,89% dari wilayah hutannya, atau sekitar 2,07 juta hektar. Kondisi itu akan menjadi buruk ketika produksi mobil listrik terus meningkat. Masyarakat adat dan hutan tempat bergantung hidup untuk makan, memperoleh oksigen, hingga menjadi tempat tinggalnya satwa akan lenyap dalam waktu sekejap.
Apakah komponen baterai listrik hanya nikel? Tentu saja tidak. Salah satu komponen yang harus ada dalam pembuatan kendaraan setrum adalah baterai lithium ion dengan lithium nikel, kobalt, mangan dan alumunium digunakan sebagai bahan bakunya. Kesemua bahan baku itu tersedia di Indonesia, kecuali lithium.
Bahkan cadangan itu telah mulai akan menjadi bahan banjakan. Salah satu yang akan diperbolehkan untuk ditambang adalah Bauksit. Bahan baku ini dapat digunakan untuk campuran dalam membuat kerangka mobil listrik. Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi telah memetakan daerah yang diduga telah siap untuk eksplorasi guna memperoleh bahan baku itu, di antaranya berada di wilayah Papua, Tumpang Pitu, Banyuwangi, dan Nusa Tenggara Barat. Sementara itu berdasarkan data Badan Geologio per Juli 2020 sumber daya bauksit mencapai 5,1 miliar ton dan cadangannya 2,8 miliar ton.
Dengan adanya bahan baku pembuatan kendaraan listrik di Indonesia, tak dipungkiri akan mengakibatkan deforestasi baru. Korban akan berjatuhan seiring meningkatnya kebutuhan produksi kendaraan listrik. Pemerintah Indonesia harus membuat kebijakan yang terukur untuk mencegah adanya deforestasi berlebih. Ketika itu terjadi sulit membayangkan masyarakat ada yang kehilangan tempat tinggal, satwa flora dan fauna yang tak dapat lagi ditemukan di Indonesia, hingga kebutuhan pokok untuk makan dan minum akan berkurang.