Editor Meeting : "Tantangan Perdagangan Karbon di Indonesia"
The Society of Indonesian Environmental Journalists (SIEJ) menyelenggarakan serial Editor Meeting #5 mengenai perdagangan karbon di Indonesia.
Program reguler untuk mempertemukan para editor media (print, radio, televisi, online) dengan pakar dan masyarakat untuk meningkatkan kesadaran dan kepedulian editor media terhadap isu-isu lingkungan khususnya terkait perdagangan karbon di Indonesia dan perubahan iklim.
Editor meeting ini juga diharapkan dapat meningkatkan kapasitas dalam memahami dan meningkatkan kualitas peliputan soal lingkungan di media masing-masing.
Editor Meeting#5 diselenggarakan secara virtual pada:
Hari Tanggal: Sabtu , 29 Mei 2021
Waktu: 10.00-12.00 WIB
Metode: Virtual meeting (Zoom)
Pembicara :
- Yuyun Harmono, Manajer Kampanye Keadilan Iklim WALHI (Paparan kajian Walhi terkait perdagangan karbon di Indonesia
- Laksmi Dhewanthi, Dirjen PPI KLHK (Kebijakan, implementasi dan tantangan perdagangan karbon di Indonesia )
- Testimoni Warga Jambi (Upaya masyarakat menjaga hutan)
Moderator: Joni Aswira, CNN TV Indonesia
Narahubung: Sepsha (082122186624)
Overview :
Total lahan hutan Indonesia mencakup sekitar 94,1 juta hektar, mampu menyimpan sekitar 200 ton karbon per hektar. Sedangkan sekitar 22,5 juta ha lahan gambut di Indonesia dapat menyimpan lebih dari 1.000 ton karbon per ha. Lahan mangrove di Indonesia yang luasnya sekitar 3,31 juta ha berpotensi menyimpan sekitar 227 ton karbon per ha.
Itu artinya, Indonesia memiliki potensi cukup besar dalam perdagangan karbon. Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menyebutkan bahwa Indonesia berpotensi mendapatkan tambahan pendapatan sebesar Rp350 triliun dari transaksi jual beli sertifikat emisi karbon.
Perdagangan karbon adalah kegiatan jual beli sertifikat yang diberikan kepada negara yang berhasil mengurangi emisi karbon dari kegiatan mitigasi perubahan iklim. Selama ini, perdagangan karbon telah diimplementasikan melalui berbagai mekanisme, antara lain melalui Clean Development Mechanism (Mekanisme Pembangunan Bersih) yang pengaturannya berada dibawah Protokol Kyoto dan Joint Credit Mechanism (JCM), sebagai upaya dan komitmen untuk menahan laju kenaikan suhu rata-rata global di bawah 2° Celcius sesuai perjanjian Paris (Paris Agreement).
Namun, implementasinya masih menghadapi berbagai tantangan. Hingga saat ini pemerintah belum menerbitkan peraturan presiden (Perpres) sebagai landasan hukum perdagangan karbon.