Sembilan Rekomendasi Transisi Energi untuk Komitmen Pemerintahan Prabowo-Gibran
Sembilan rekomendasi yang diajukan oleh lembaga think-tank untuk mendukung transisi energi di Indonesia di bawah kepemimpinan Presiden Prabowo Subianto menekankan pentingnya pendekatan yang komprehensif dan inklusif.
Pemerintahan Prabowo-Gibran yang baru saja dilantik, menghadapi tantangan besar dalam mempercepat transisi energi menuju emisi nol bersih (NZE). Dalam pidato inaugurasinya pada 20 Oktober 2024 di Gedung MPR, Presiden Prabowo menegaskan bahwa ketahanan energi berbasis energi bersih menjadi prioritas utama. Namun, lambatnya pengembangan dan investasi energi bersih dalam lima tahun terakhir menjadi tantangan serius yang memerlukan perhatian segera.
Enam lembaga think-tank yang tergabung di dalam Energy Transition Policy Development (ETP) Forum, seperti Climateworks Centre, Centre for Policy Development (CPD), Institute for Essential Services Reform (IESR), Indonesia Research Institute for Decarbonization (IRID), International Institute for Sustainable Development (IISD), dan Purnomo Yusgiantoro Center (PYC) merekomendasikan sembilan poin yang perlu dilaksanakan pemerintahan Presiden Prabowo Subianto dalam rangka mencapai transisi energi di Indonesia.
Direktur Indonesia Climateworks Centre, Guntur Sutiyono, mengatakan percepatan transisi energi sangat penting untuk menjaga ketahanan energi Indonesia di tengah perubahan ekonomi dan geopolitik global. Guntur mengatakan pemerintahan baru yang dipimpin oleh Presiden terpilih Prabowo Subianto harus memprioritaskan masalah ketahanan energi dan pemanfaatan energi bersih untuk mencapai kemandirian energi dan memerangi krisis iklim.
“Dalam lima tahun ke depan percepatan transisi energi yang bersih akan sangat penting untuk mencapai target emisi nol bersih dan mendukung pertumbuhan ekonomi nasional yang berkelanjutan,” kata Guntur di Jakarta, Kamis (24/10).
Berikut sembilan rekomendasi tersebut:
1. Implementasikan subsidi langsung
Guntur mengatakan, subsidi energi yang diterapkan saat ini tidak tepat sasaran. Pemerintah perlu melakukan reformasi dengan mengimplementasikan subsidi langsung sehingga bisa diberikan kepada masyarakat yang benar-benar membutuhkan. Implementasi subsidi langsung dapat dilakukan melalui program berbasis digital dan basis data yang akurat.
2. Penetrasi akses energi ke daerah 3T
Menurut Guntur, akses energi yang andal dan bersih untuk daerah 3T juga sangat penting. Pembangunan jaringan mikro, mini, dan off-grid berbasis komunitas atau koperasi dapat menjadi solusi konkrit swasembada energi.
3. Kebijakan feed-in tariff
Guntur mengatakan pemerintah perlu memisahkan peran regulator dan operator bisnis. Hal itu dapat meningkatkan efisiensi dan mempercepat adopsi energi bersih melalui mekanisme yang lebih transparan.
Pemerintah dapat menerapkan feed-in tariff, yaitu kebijakan yang memberikan harga di atas harga pasar kepada produsen energi terbarukan untuk listrik yang mereka distribusikan ke jaringan listrik. Kebijakan ini bertujuan untuk mendorong investasi dalam teknologi energi terbarukan.
Selain feed-in tariff, pemerintah juga dapat mengatur wilayah usaha listrik untuk memperkuat pasar energi terbarukan. Selain itu, penting bagi pemerintah mempercepat pelaksanaan transisi energi, koordinasi lintas sektoral yang melibatkan lembaga strategis.
4. Memperkuat institusi koordinasi untuk transisi energi
Menurut Guntur, penguatan tersebut dapat dilakukan oleh Dewan Energi Nasional (DEN) melalui Undang-Undang dan pembentukan satuan tugas koordinasi (SatGas) yang dipimpin oleh presiden atau wakil presiden.
Hal itu untuk menjamin keterpaduan kebijakan, seperti kelembagaan penanggulangan kemiskinan atau respons bencana, sangat penting. Selain itu, menurut Guntur, pemerintah perlu memastikan semua pihak, terutama masyarakat rentan dan tenaga kerja, mendapat manfaat dari transisi energi yang berkeadilan, regulasi pendukung seperti RUUEBET harus segera diterapkan.
5. Pengembangan tata kelola dan kelembagaan, serta tata kelola Nilai Ekonomi Karbon (NEK)
Guntur mengatakan pemerintah perlu fokus menggenjot upaya dekarbonisasi sektor energi, khususnya perluasan implementasi nilai ekonomi karbon (NEK) di luar sektor ketenagalistrikan, seperti sektor industri dan subsektor transportasi.
6. Pertegas komitmen Indonesia dan berkontribusi pada target transisi energi global
Menurut Guntur, komitmen tersebut dilaksanakan dengan tidak terbatas pada peningkatan kapasitas bauran energi terbarukan hingga tiga kali lipat dan penggandaan kapasitas efisiensi energi pada tahun 2030.
Pemerintah juga perlu memastikan ada komitmen tegas untuk mencapai target emisi nol bersih, terutama dengan memperkuat komitmen untuk percepatan penghentian operasional PLTU dan pengembangan carbon. Ini merupakan bagian dari strategi dekarbonisasi nasional.
7. Investasi penelitian dan pengembangan teknologi baru
Guntur mengatakan, komitmen transisi energi ini memerlukan investasi besar. Investasi tersebut misalnya untuk implementasi sistem baterai yang digunakan untuk transportasi publik yang bersih, penggunaan hidrogen, dan amonia hijau sangat penting untuk memastikan keberhasilan transisi energi.
8. Pemanfaatan industri ekstraktif dan hilirisasi harus berstandarkan lingkungan
Pemerintah berencana memanfaatkan industri ekstraktif dan hilirisasi mineral kritis untuk menopang pertumbuhan ekonomi dan mewujudkan transisi energi yang berkeadilan. Namun, Guntur menegaskan, hal itu perlu berlandaskan standar lingkungan yang tinggi. Dengan demikian, industri tersebut tidak merusak ekosistem lingkungan.
9. Strategi transisi energi harus mempertimbangkan aspek-aspek dari lensa sosial
Pemerintah perlu mempertimbangkan aspek dari lensa sosial dapat seperti sumber daya manusia, kesetaraan gender, inklusi disabilitas dan inklusi sosial. Selain itu, pemerintah perlu mitigasi potensi dampak negatif bagi masyarakat lokal.
Berhubungan dengan itu, Deon Arinaldo dari IESR menekankan bahwa pemerintahan Prabowo-Gibran harus mengintegrasikan strategi pembangunan ekonomi dengan akselerasi transisi energi.
“Energi terbarukan adalah motor penggerak utama untuk pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan,” ujar Deon.
Sayangnya, draf Kebijakan Energi Nasional (KEN) yang terbaru justru menunjukkan penurunan ambisi dalam transisi energi, yang dapat melemahkan kepercayaan investor.
Indonesia, meskipun sudah berkomitmen pada target NZE 2060 atau lebih cepat, masih menghadapi tantangan signifikan. Realisasi porsi energi baru terbarukan (EBT) hanya mencapai 13,93 persen pada pertengahan 2024, masih jauh dari target 19,5 persen di akhir tahun.
“Indonesia harus melipatgandakan kapasitas energi terbarukan untuk memenuhi target global,” Kuki Soejahmoen dari IRID menambahkan.
Untuk lima tahun ke depan, pemerintahan baru ini diharapkan dapat memanfaatkan momentum transisi energi yang sudah dirintis selama pemerintahan Jokowi. Percepatan reformasi kebijakan, penguatan kapasitas kelembagaan di tingkat daerah, serta partisipasi aktif masyarakat dalam kebijakan energi, menjadi kunci keberhasilan transisi energi yang inklusif dan berkelanjutan.
Dengan komitmen yang kuat, pemerintahan Prabowo-Gibran memiliki peluang besar untuk memimpin Indonesia menuju masa depan yang lebih bersih dan berkelanjutan, sekaligus memastikan ketahanan energi nasional.