Sensus melalui pengamatan dan penghitungan jenis serta jumlah burung air mencatat 21 jenis burung di Danau Limboto dan 10 di antaranya merupakan jenis burung air seperti tikusan alis putih, mandar besar, blekok sawah, kuntul kerbau, kuntul kecil dan belibis kembang.
Koordinator SIEJ Simpul Gorontalo Debby Mano mengatakan, SIEJ ikut andil dalam sensus burung air, untuk mendorong para jurnalis memiliki pengetahuan pada isu-isu keragamanhayati.
“Gorontalo memiliki keragamanhayati yang cukup tinggi dan termasuk dalam kawasan Wallacea, namun upaya-upaya terhadap perlindungan satwa liar termasuk habitatnya belum mendapat perhatian serius dari berbagai pihak terutama pemerintah daerah. Melalui pemberitaan di media massa, jurnalis dapat mendorong isu ini agar dilirik para pemangku kepentingan,” kata Debby.
Menurutnya, hal penting yang ingin diangkat dari kegiatan tersebut adalah pelestarian burung-burung air serta pentingnya menjaga habitat lahan basah.
“Isu lingkungan di Gorontalo mendesak untuk terus kita angkat dalam tulisan. Banyak kasus di daerah lain tentang pembangunan dengan mengeksploitasi lingkungan, yang akhirnya mengorbankan masyarakat setempat. Kami tidak ingin Gorontalo mengalami kondisi serupa,” katanya.
Sensus burung air menjadi agenda tahunan, sebagai rangkaian dari Asian Census Waterbird (AWC) 2022 yang juga digelar di daerah dan negara lain di dunia. AWC ini adalah kegiatan sensus burung air tahunan yang bersifat sukarela, terbuka bagi siapa saja termasuk ahli burung, pengamat amatir, pencinta alam, guru, LSM, pegawai negeri dan masyarakat umum.
Sejak dimulai pada tahun 1987, AWC telah menjangkau lebih dari 5.700 lokasi di 24 negara, dengan keterlibatan ribuan pengamat sukarelawan, termasuk Indonesia.
Berdasarkan Konvensi Ramsar, burung air merupakan burung yang secara ekologis kehidupannya bergantung kepada keberadaan lahan basah. Saat ini Indonesia memiliki sekitar 200 jenis burung air yang hidup di lahan basah.
Rosyid Azhar, Sekretaris BIOTA mengatakan, pendataan ini untuk mendukung program-program konservasi burung air, penelitian spesies, kawasan, serta kampanye untuk meningkatkan kesadaran masyarakat akan pentingnya lahan basah.
“Kami ingin berkontribusi menyumbang data yang dapat bermanfaat secara global untuk pelestarian burung-burung air. Apalagi Danau Limboto selama ini merupakan habitat ratusan jenis burung, termasuk jenis burung air,” katanya.
Menurutnya, burung air menggunakan lahan basah seperti danau, sungai, rawa, mangrove, dan gambut sebagai habitatnya sehingga menjaga kelestarian burung air bagian dari upaya menjaga keseimbangan ekosistem.
Data-data yang terkumpul dari seluruh lokasi pengamatan termasuk di Danau Limboto akan masuk ke pangkalan data, serta diolah menjadi laporan tahunan internasional yang meliputi status, distribusi, peta, serta identifikasi lokasi lahan basah yang penting.
Ketua AJI Kota Gorontalo Wawan Akuba menambahkan, sebelum mendorong masyarakat memiliki kesadaran terhadap masalah lingkungan, jurnalis harus sudah memiliki perspektif yang baik dan lengkap tentang isu tersebut.
“Jurnalis bisa mengadvokasi masyarakat melalui tulisannya. Tugas kami sebagai organisasi jurnalis untuk mendorong jurnalis di daerah menulis isu lingkungan dan isu lainnya yang seringkali diabaikan media,” ujarnya.
Sensus ini juga diikuti oleh puluhan mahasiswa, yang tergabung dalam Kelompok Studi Lingkungan (KSL) Archipelago Jurusan Arsitektur Fakultas Teknik Universitas Negeri Gorontalo (UNG) serta Komunitas Youngbirdwatcher Gorontalo.
Banner image : SIEJ Simpul Gorontalo bersama pengamat burung, jurnalis dan mahasiswa melakukan sensus burung air di Danau Limboto, Minggu (13/2/2022) sebagai bagian dari Asian Waterbird Census (AWC) 2022. Foto : Debby Mano