x

Zoonosis Malaria Ancam Kelompok Orang Rimba

Semakin sempitnya ruang hidup karena deforestasi, mengakibatkan Orang Rimba makin rentan, termasuk dalam menghadapi ancaman penyakit zoonosis malaria. Pendekatan One Health perlu segera dioptimalkan untuk mencegah wabah baru.

Selambai, pria paruh baya itu kelimpungan ketika melihat anaknya, Ngambur (4) yang mendadak demam tinggi dan kejang-kejang. Di bawah Sudong–pondok sederhana khas Orang Rimba yang terbuat dari kayu dengan atap terpal, Ngambur terbaring dan kondisinya semakin kronis. 

Malam yang hening itu tiba-tiba geger. Kerabat Selambai, warga Orang Rimba lainnya yang mendiami kawasan di sekitar Taman Nasional Bukit Duabelas (TNBD) itu datang menjenguk. 

Mereka mendekati Ngambur. Anak laki-laki itu masih terbaring lemah di lantai pondok. 

Badannya kurus dan matanya terus melotot ke atas. Ngambur masih kejang-kejang. Dia menunjukan gejala parasitemia dengan demam sangat tinggi dan suhu badannya panas, muka pucat, dan terjadi pembekakan organ limpa. 

Derap kebingungan bercampur kalut melihat kondisi anaknya, Selambai langsung keluar hutan mencari pertolongan ke kantor lapangan Komunitas Konservasi Indonesia Warsi (KKI Warsi), sebuah lembaga nirlaba yang fokus pada isu konservasi dan pemberdayaan masyarakat di dalam dan sekitar hutan. 

Beruntung di sana Selambai bertemu Rusli, fasilitator kesehatan KKI Warsi. Tanpa pikir panjang dengan menggunakan sepeda motor, keduanya langsung kembali ke Sudong, tempat bocah kecil itu terbaring. 

Setibanya di Sudong, Rusli langsung memberikan pertolongan awal. Dia mengecek suhu tubuh Ngambur yang masih kejang-kejang itu. Ketika di cek, suhu badannya ternyata mencapai 40 derajat celcius. 

Karena peralatan medis yang tak komplit, Rusli dan Selambai sepakat membawa Ngambur ke Puskesmas di Desa Pematang Kabau, Kecamatan Air Hitam, Kabupaten Sarolangun, yang berjarak sekitar 10 kilometer dari Ngambur terbaring di bawah pondok. 

Tanpa pikir panjang, Ngambur lalu dibopong. Lampu sepeda motor menyoroti sepi dan gelapnya rimba tengah malam. Mereka menembus jalan setapak di hutan, melewati tanjakan dan turunan terjal menuju desa. 

Beruntung tidak kurang dari 24 jam, Ngambur langsung mendapat perawatan intensif dan transfusi darah akibat demam tinggi yang menimpanya. Selama dua hari dirawat di puskesmas itu dia mendapat asupan infus. Petugas kesehatan juga melakukan pemeriksaan darah. 

“Diberi tahu petugas di puskesmas, keno malaria," kata Selambai kepada Liputan6.com ketika ditemui di kediamannya yang berada di ujung Desa Bukit Suban, kawasan desa penyangga hutan Taman Nasional Bukit Duabelas (TNBD) Sarolangun, Jambi, Rabu 20 Oktober lalu. 

Mengenang kisah akan kekalutannya di tahun 2019 itu, sampai sekarang Selambai masih dalam keadaan bergejolak. Sebabnya dalam satu dekade terakhir sejak hutan hilang, penyakit seperti malaria begitu cepat datang menyerang Orang Rimba, khususnya anak-anak yang lebih rentan. 

Padahal dalam sistem pengetahuan Orang Rimba, dahulu mereka tidak mengenal malaria. Dalam pengetahuannya, Selambai bercerita demam dengan gejala seperti malaria yang datang dari dalam hutan itu, mereka sebut dengan domom kuro.? 

Disebut domom kuro, Fasilitator Kesehatan KKI Warsi Rusli menjelaskan, demam yang menyerang ini pasti menimbulkan gejala pembesaran pada organ limpa yang disebabkan infeksi, salah satunya malaria kronis. 

“Perutnya membesar mirip kura-kura, jadi mereka (Orang Rimba) bilang kalau malaria itu domom kuro (demam kura)," ujar Rusli. 

*** 

Orang Rimba adalah masyarakat adat di Provinsi Jambi yang bertempat tinggal di kawasan hutan. Mereka hidup berkelompok satu sama lain dan setiap kelompok dipimpin oleh seorang tumenggung (pemimpin adat). Masyarakat adat Orang Rimba sebagian besar percaya pada dewa dan roh leluhur.

Orang Rimba masih menjalankan praktik tradisional, seperti berburu di hutan dan mengumpulkan umbi-umbian, ramuan obat, dan buah-buahan. Tradisi yang paling terkenal dari komunitas ini adalah melangun, sebuah tradisi pindah ke tempat yang jauh untuk melupakan kesedihan karena kehilangan kerabat.

Menarik untuk dicatat bahwa keberadaan Orang Rimba terus-menerus terancam oleh perusahaan-perusahaan skala besar yang telah mengeksploitasi hutan untuk pertambangan, perkebunan sawit, dan industri tanaman monokultur. 

Menurut hasil survei terbaru yang dilakukan KKI Warsi, jumlah populasi Orang Rimba mencapai 6.000 jiwa. Jumlahnya tersebar di beberapa kabupaten di wilayah Provinsi Jambi. 

Orang Rimba telah kehilangan wilayah jelajah untuk mencari sumber makanan. Bahkan yang paling terasa dampak deforestasi besar-besaran itu berpotensi membawa patogen zoonosis baru. 

Dalam satu dekade terakhir, Orang Rimba telah mengalami banyak wabah malaria akibat deforestasi besar-besaran ini. 

Simak laporan Gresi Plasmanto selengkapnya di https://www.ekuatorial.com/

https://www.ekuatorial.com/2022/02/zoonosis-malaria-ancam-kelompok-orang-rimba/

Banner image : Infograsi transmisi dan faktor dari infeksi zoonosis malaria. Sumber : naskah Gresi Plasmanto

Share